PKL di PKBI NTB, Mahasiswa Sosiologi UNRAM Soroti TBC Dari Perspektif Sosial

Oleh :
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mataram.
Alifia Wanda Nabila.
Bidayatul Izzah.
Cintia Anggun Kurnia.
Hamida Rahmani.
Dini Yulianti
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu bentuk pembelajaran berbasis pengalaman yang memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengintegrasikan teori dengan praktik di lapangan.
Sebagai mahasiswa Sosiologi Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mataram (UNRAM), kami berkesempatan menjalani PKL di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Nusa Tenggara Barat (PKBI NTB), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif dalam isu kesehatan, gender, dan hak asasi manusia.
Selama periode 22 hari PKL yang dimulai dari tanggal 16 januari-19 Februari 2025 , kami turut serta melaksanakan program kerja yang dijalankan oleh PKBI NTB, khususnya program Eliminasi Tuberkulosis (TBC).
Program Eliminasi TB merupakan program yang bertujuan untuk mengurangi angka kasus Tuberkulosis (TBC). Sebagai mahasiswa sosiologi, kami melihat isu kesehatan bukan hanya sebatas persoalan medis, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang kompleks.
TBC Bukan Hanya Soal Kuman : Perspektif Sosiologis.
Melalui pengamatan langsung dan data yang dikumpulkan dari kegiatan sosialisasi, wawancara dengan pasien, serta diskusi dengan tim PKBI NTB, kami menemukan bahwa persebaran TBC sangat erat kaitannya dengan struktur sosial masyarakat.
Kemiskinan, kepadatan hunian, dan rendahnya literasi kesehatan menjadi penyebab utama masih tingginya angka kasus TBC di NTB. Misalnya, di beberapa wilayah padat penduduk di Kota Mataram, banyak warga tinggal dalam rumah dengan ventilasi minim dan sanitasi buruk—kondisi ideal bagi penularan TBC.
Dari perspektif sosiologi kesehatan, ini menunjukkan bahwa penyakit seperti TBC tidak berdiri sendiri. Ia hadir dalam relasi sosial yang timpang, dalam sistem pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya menjangkau akar rumput, serta dalam budaya diam akibat stigma.
Stigma : Musuh Tak Kasat Mata
Salah satu temuan paling mengganggu dalam kegiatan ini adalah adanya stigmatisasi terhadap penderita TBC. Banyak pasien yang enggan berobat karena takut dikucilkan, bahkan dari keluarga sendiri. Masyarakat seringkali menganggap TBC sebagai “penyakit kotor”, padahal ia bisa menular ke siapa saja tanpa pandang status sosial.
Sebagai mahasiswa Sosiologi, kami belajar bahwa stigma merupakan bentuk kekuasaan simbolik yang menimbulkan ketimpangan perlakuan terhadap individu yang sakit. Upaya penyembuhan menjadi terhambat bukan karena ketiadaan obat, tetapi karena adanya jarak sosial yang dibangun oleh pandangan masyarakat.
Belajar Menjadi Bagian dari Solusi
Melalui PKL ini, kami ikut terlibat dalam menemukan tantangan terkait program Eliminasi TB yang dijalankan oleh PKBI NTB serta memberikan rekomendasi saran untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Bersama kader dan TO DPPM kami menemukan 2 tantangan utama dalam program ini, yaitu LTFU dan TPT. LTFU (Lost To Follow Up) berkaitan dengan kondisi pasien yang sudah dinyatakan positif TBC namun tidak menjalankan pengobatan selama lebih dari 2 bulan, sehingga meningkatkan risiko penyebaran TBC.
Sedangkan TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis) merupakan tindakan pencegahan berupa pemberian obat kepada Kontak erat ( Keluarga, kerabat, rekan kerja,dll) pasien TBC yang berguna untuk memutus rantai penyebaran TBC.
Kedua tantangan ini perlu disikapi secara serius untuk memaksimalkan target keberhasilan program Eliminasi TB tahun 2030 sesuai Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021. Pengalaman tersebut membuka mata kami bahwa peran sosiolog sangat dibutuhkan dalam isu kesehatan, terutama dalam memahami dinamika sosial dan budaya masyarakat. Karena sebagai Sosiolog kami tidak hanya membantu melihat suatu isu secara menyeluruh, namun juga dituntut memberikan rekomendasi solusi atas isu yang terjadi melalui analisis mendalam.
PKL di PKBI NTB bukan hanya memberi kami pengalaman lapangan, tetapi juga memperkuat keyakinan bahwa ilmu sosiologi memiliki daya ubah yang nyata. TBC bukan sekadar penyakit paru-paru, melainkan cermin dari ketimpangan sosial yang harus kita ubah bersama.
Sebagai generasi muda dan calon intelektual, kami percaya bahwa siapapun bisa menjadi agen perubahan dimulai dari mendengar, memahami, dan bergerak bersama masyarakat.
Tinggalkan Balasan