KKB dan KKJ NTB Diskusi Tentang Peluang dan Tantangan Pers Saat Pemilu 2024
MATARAM | Memasuki momentum tahun politik seperti Pemilihan Umum (Pemilu) Calon Anggota Legislatif, Calon Anggota DPD RI, Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024, Komunitas Kabar Baik (KKB) dan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menggelar kegiatan Jumpa Bareng Wartawan di Lesehan 7 Sambal Sayang-sayang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu, (18/9/2023).
Koordinator KKB NTB, Satria Zulfikar, mengungkapkan acara diskusi yang digelarnya mengambil tema “Peluang dan Tantangan Pers Saat Pemilu 2024”. “Memasuki tahun politik kedepan, jurnalis menjadi salah satu elemen yang sangat penting sekaligus menjadi garda terdepan dalam transformasi informasi tentang kepemiluan,” kata Satria Zulfikar yang juga Jurnalis vivanews.
Jurnalis juga menurutnya menjadi salah satu elemen yang paling rentan menghadapi resiko-resiko dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. “Selain ada peluang bagi industri media massa. Ada juga berupa ancaman, intimidasi, tindakan diskriminatif, serta tindakan-tindakan kekerasan lainnya. Dan ini perlu disikapi bersama sebagai langkah mitigasi awal dalam menghadapinya,” ujar Satria.
Koordinator KKJ NTB, Haris Al Kindi, menyampaikan tahun 2022, Indeks Kebebasan Pers (IKP) di NTB berada pada posisi yang sangat tinggi yakni di posisi 12. “Yang tadinya anjlok di posisi 28. Diskominfotik memberikan framing ini adalah dampak dari mudahnya mendapatkan akses informasi di Pemprov NTB,” ungkap Pemred NTBSatu ini.
Meski IKP tahun 2022 sangat tinggi, menurutnya masih dijumpai juga beberapa kasus terkait kebebasan pers. “AJI merilis ada 53 kasus kekerasan jurnalis se-Indonesia. Dan di NTB sendiri ada 5 kasus terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis. NTB masuk zona kuning terhadap kebebasan pers,” bebernya.
Menghadapi tahun politik, menurutnya, kerentanan Jurnalis dalam bekerja melakukan peliputan sangat rawan. “Bahkan sebelum memasuki tahapan pemilu saja, kita sudah mendapatkan ancaman dan intimidasi. Nah KKJ, AJI, dan PWI mungkin belum mencatat banyak kejadian di daerah seperti di Loteng, Lotim atau di Pulau Sumbawa. Mungkin juga belum banyak yang dilaporkan,” bebernya.
Seperti di Kabupaten Dompu, lanjutnya, salah satu kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis, tahapannya sedang dipantau. “Kalau itu sudah masuk laporannya di Kepolisian. Pelakunya adalah salah satu oknum Caleg dari salah satu parpol. Dan kami menyebut ini adalah salah satu kerawanan dalam Pemilu,” ungkapnya.
Salah satu langkah yang harus dilakukan oleh para jurnalis adalah melakukan langkah mitigasi pada saat memasuki tahapan pemilu salah satunya pada saat tahapan kampanye. “Langkah mitigasi itu sangat penting untuk menghindari framing terhadap jurnalis saat melakukan peliputan. Bahwa tugas jurnalis itu dalam rangka memberikan pendidikan politik bagi masyarakat,” terangnya.
Mitigasi kedua, kata Haris, saat melakukan peliputan peristiwa politik yang membutuhkan konfirmasi maka wajib untuk melakukan konfirmasi. “Baik melalui WA, telpon atau bertemu langsung. Itu harus kita lakukan sebagai langkah mitigasi,” cetusnya.
Jurnalis juga menurutnya harus berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari menulis pemberitaan yang bersifat hoax tentang Caleg dan atau parpol-parpol tertentu.
Selain itu, menurutnya, sangat penting bagi jurnalis ketika melakukan tugas peliputan konflik untuk berada di posisi yang aman seperti dibelakang APH. “Itu adalah jarak yang paling aman dalam melakukan tugas peliputan. Tapi kadangkala seringkali kesalahpahaman juga terjadi di lapangan,” ungkapnya.
Sementara peluang yang bisa diraih jurnalis pada momentum politik, menurutnya, sebagai salah satu ruang bagi jurnalis untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. “Seperti bagaimana berpolitik yang santun dan bagaimana membuat perimbangan dalam pemberitaan politik yang bersifat kontroversial. Dan menjadi ruang fiskal baru bagi media massa,” pungkasnya. [slnews – **]
Tinggalkan Balasan