APH Diminta Usut Tuntas Dugaan Korupsi Penyaluran BLT DBHCHT Rp 9,76 M di Lombok Tengah
LOMBOK TENGAH | Aparat Penegak Hukum (APH) baik itu Kejaksaan maupun Kepolisian diminta untuk mengusut dugaan korupsi dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) berupa Bantuan Tunai Langsung Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (BLT DBHCHT) senilai Rp. 9,76 Miliar yang diperuntukan kepada 5.376 Kelompok Penerima Manfaat (KPM) dengan nilai yang diterima masing – masing KPM sebesar Rp. 1,8 juta yang terbagi dalam sejumlah kategori, yakni Kategori Petani Tembakau, Buruh Petani Tembakau, Buruh Pabrik Rokok yang di PHK (pemutusan hubungan kerja) dan Kategori Masyarakat lainnya di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang disalurkan pada akhir tahun 2022 lalu oleh Dinas Sosial Lombok Tengah yang juga diduga tidak tepat sasaran.” Kami minta kepada Kejaksaan maupun Kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan korupsi penyaluran BLT DBHCHT tahun 2022 yang juga diduga tidak tepat sasaran. Kejaksaan dan Kepolisian juga harus bertindak tegas, jangan menunggu laporan baru mau menangani kasus dugaan Korupsi,” kata Forum Masyarakat NTB, Lalu Subadri, Kamis, (2/3/2023).
Lalu Badri mengungkapkan, alokasi DBHCHT Tahun 2022 senilai Rp. 9,76 miliar diberikan kepada masyarakat Lombok Tengah yang terbagi dalam kategori Petani Tembakau, Buruh Petani Tembakau, Buruh Pabrik Rokok yang di PHK dan Kategori Masyarakat lainnya.
Namun, dalam proses pendataan dan verifikasi data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) kata Lalu Badri, diduga asal menerima data dari masing – masing Desa tanpa dilakukan verifikasi. “ BLT Petani Tembakau, Buruh Petani Tembakau, Buruh Pabrik Rokok yang di PHK dan Kategori Masyarakat lainnya. Pertanyaannya, dokumen apa yang dijadikan dasar oleh Dinas Sosial Lombok Tengah, KPM masuk ke dalam Kategori A,B atau C. Misalnya, apakah KPM yang masuk kategori Buruh Pabrik Rokok yang di PHK, apakah ada bukti surat atau dokumen PKM itu pernah bekerja di Pabrik Rokok lalu di PHK. Dan kami menduga Kategori yang paling banyak mendapatkan BLT DBHCHT 2022 yakni kategori Masyarakat lainnya, padahal hajatan utama dari BLT DBHCHT tahun 2022 untuk Petani Tembakau, Buruh Petani Tembakau dan Buruh Pabrik Rokok yang di PHK,” sebutnya
“ Untuk itu, kami minta kepada Kejaksaan dan Kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan Korupsi Penyaluran Bansos BLT DBHCHT 2022. Karena kebijakan yang salah dan pendataan yang tidak benar menjadi awal terjadinya tindak pidana Korupsi. Jika harus ada laporan baru ada tindak lanjut penanganan dugaan Korupsi, maka kami akan melaporkan dugaan Korupsi penyaluran BLT DBHCHT 2022, baik itu ke Kejaksaan maupun ke Kepolisian, bila diperlukan juga ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” sambung Lalu Badri
Lalu Badri juga menyayangkan adanya kebijakan atau peraturan yang mewajibkan masing – masing KPM Bansos BLT DBHCHT 2022 untuk menyisakan saldo di Rekening Bank NTB masing – masing KPM senilai Rp 20 ribu.” Ini kan Bansos, kok bisa KPM diwajibkan untuk menyisakan saldo Rp 20 ribu di rekening Bank NTB masing – masing. Lalu mau diperuntukkan untuk apa sisa Saldo Rp. 20 ribu masing – masing KPM itu, terlebih lagi sampai dengan saat ini ada 167 KPM dari 5.376 KPM yang belum menerima BLT DBHCHT 2022,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa, (28/2/2023), Kabid Perlindungan Jaminan Sosial Pengolahan Data dan Informasi pada Dinas Sosial Lombok Tengah, Sirajudin menjelaskan, data KPM penerima Bansos BLT DBHCHT 2022 kategori Masyarakat lainnya diterima dari masing – masing Desa yang selanjutnya ditetapkan melalui SK Bupati.” Masalah data masyarakat lainnya banyak yang dapat, kita tidak memilih, karena itu data yang kita terima dari Desa yang ditetapkan dengan SK Bupati. Masalah ada buruh Tembakau yang tidak dapat asal Kecamatan Praya Tengah yang bekerja di Gudang Tembakau di Praya, karena setelah di cek Buruh Tembakau itu tidak tinggal di Kecamatan Praya Tengah,” jelasnya
Mantan Kepala Puskesmas Penujak, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah itu terlihat enggan menjelaskan saat ditanya terkait dengan verifikasi data dan penentuan kategori KPM.” Verifikasi data, ada tim verifikasi, dari Kepala Desa (Kades), PPL Pertanian, dari Operator Desa dan dari PKH. Kalau dibilang salah, mungkin ada yang salah dan kesalahan dari bawah sampai atas,” ucap Sirajudin.
Sementara itu, terkait dengan belum disalurkannya Bansos BLT DBHCHT kepada 167 KPM dari 5.376 KPM, Sirajudin menjelaskan, saat ini masih dalam proses konsultasi dengan Tim Inspektorat Lombok Tengah, dikarenakan data 167 KPM tersebut masih bermasalah, seperti dobel nama, berada di luar negeri dan berasal dari Lombok Timur. “ Sisanya 167 masih dalam proses pencerahan, masih dalam konsultasi tim, dan Inspektorat diminta membuat hasil telaah secara tertulis. Penyebab belum disalurkan, karena dobel nama, dobel Bansos, ada yang masih di luar negeri dan ada yang dari Lombok Timur,” jelasnya
Sedangkan terkait dengan diendapkannya saldo KPM di masing – masing Rekening Bank NTB KPM penerima Bansos BLT DBHCHT sebesar Rp. 20 ribu, Sirajudin menegaskan, sudah sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) dan sesuai dengan SOP dan Sistem perbankan.”Masalah ada yang diendapkan Rp 20 ribu itu ada di Perbup dan kata pihak Bank NTB sudah sesuai dengan SOP dan sistem perbankan,” ujarnya. [slnews – rul].
Tinggalkan Balasan