Gemerlap Kota Mataram dan Tantangan Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa
Gemerlap Kota Mataram dan Tantangan Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa
oleh
S R I M A R D I A N A
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Mataram (UNRAM)
Kesehatan mental merupakan komponen penting yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan kesuksesan seseorang. Konsep ini tidak hanya mencakup keseimbangan Emosional, Kemampuan untuk mengelola stres, ketahanan terhadap tekanan hidup juga keharmonisan dalam hidup yang ditunjukkan oleh fungsi jiwa seseorang, kemampuan untuk merasakan kebahagiaan, dan juga pandangan positif tentang diri sendiri (Daradjat, 1988).
Ia menekankan bahwa kesehatan mental adalah ketika seseorang tidak menunjukkan gejala apa pun dari gangguan jiwa, baik itu gangguan mental ringan neurose maupun gangguan kepribadian (Psikose).
Sebagai ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kota Mataram menghadapi masalah kesehatan mental yang signifikan. Data yang terkait mahasiswa yang mengalami kesehatan mental di Indonesia, termasuk Kota Mataram, pada tahun 2023, menunjukkan adanya masalah kesehatan mental. Survei nasional menunjukkan bahwa sekitar 1 persen Mahasiswa Indonesia, mengalami masalah kesehatan mental. Kecemasannya adalah gangguan yang paling umum di kalangan mahasiswa (3,7 persen), diikuti oleh depresi mayor (depresi berat) (1,0 persen), gangguan perilaku (0,9 persen) (gloriabaru, 2022).
Sedangkan data mengenai kesehatan mental di kalangan mahasiswa di Kota Mataram menunjukkan bahwa sekitar 15,2 persen siswa mengalami gejala gangguan mental, dengan kecemasan sebagai masalah utama.
Kota Mataram menghadapi tantangan kesehatan mental di kalangan mahasiswa, terutama terkait: i) tekanan akademik: mahasiswa sering mengalami tekanan karena harus mencapai prestasi akademik yang tinggi. Seseorang dapat mengalami kecemasan dan stres yang berlebihan karena beban tugas yang berlebihan, ujian yang sulit, dan ekspektasi untuk selalu berprestasi; ii) transisi dan adaptasi: Peralihan dari sekolah menengah ke perguruan tinggi melibatkan adaptasi terhadap lingkungan baru, sistem pembelajaran yang berbeda, dan pergaulan sosial yang lebih luas.
Kesehatan dan kesejahteraan dapat dipengaruhi oleh ketidakmampuan dalam beradaptasi; iii) masalah Keuangan: Pertama kali, banyak mahasiswa harus menangani pengeluaran mereka sendiri.
Stres tambahan dapat berasal dari biaya kuliah, buku, tempat tinggal, dan kebutuhan sehari-hari; iv) pergaulan dan tekanan sosial: kehidupan sosial di kampus dapat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal beradaptasi dengan teman sebaya, menghadapi tekanan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial tertentu, atau mengalami konflik interpersonal; v) kesehatan fisik: kesehatan mental mahasiswa dapat dipengaruhi oleh pola makan yang tidak sehat, kurang tidur, dan kurang aktivitas fisik. Kondisi fisik yang buruk seringkali berhubungan dengan penurunan kesejahteraan mental. Hal tersebut mendorong adanya perasaan kesepian dan kecemasan (Karmila Rianda, 2024)
Oleh karena itu dukungan seperti layanan konseling kampus dan kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu mahasiswa mengelola kesehatan mental diperlukan. Selain itu, kesadaran masyarakat tentang isu ini juga perlu ditingkatkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung.
Stigma yang dialami mahasiswa terkait kesehatan mental sering kali menghalangi mereka untuk mencari bantuan. Banyak yang takut dihakimi atau dianggap lemah jika mengakui masalah mental mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa stigma ini dapat membuat mahasiswa lebih memilih menangani masalah mereka sendiri, meski pun mereka mengalami kecemasan atau depresi. Hanya sebagian kecil yang meminta bantuan profesional, dan stigma pribadi yang bersifat negatif dengan keinginan mereka untuk mendapatkan dukungan. Membantu mahasiswa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang kesehatan mental dan mengurangi stigma.
Goffman (1961) mengungkapkan bahwa stigma sosial berperan signifikan dalam melemahkan kondisi mental mahasiswa. Stigma sebagai atribut yang mendiskreditkan (memojokkan) individu, yang mengakibatkan pengucilan dan diskriminasi. Mahasiswa yang mengalami masalah kesehatan mental sering kali merasa ketakutan akan penilaian negatif, karena takut dihakimi, hal ini menciptakan “identitas yang ternoda” yang menghalangi mereka untuk mencari bantuan.
Upaya untuk mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran masyarakat sangat penting agar mahasiswa merasa lebih aman dalam mengakses dukungan yang diperlukan untuk kesehatan mental mereka.
Kesehatan mental mahasiswa di Kota Mataram menghadapi tantangan serius, dipicu oleh tekanan akademik, adaptasi lingkungan baru, masalah keuangan, dan interaksi sosial.
Kesehatan mental di kalangan mahasiswa menunjukkan bahwa sekitar 15,2% mahasiswa mengalami gejala gangguan mental, dengan kecemasan sebagai masalah utama. Stigma sosial menghalangi mahasiswa untuk mencari bantuan, menciptakan rasa kesepian dan kecemasan. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan layanan konseling kampus sangat penting untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa. Goffman menunjukkan bahwa stigma meningkatkan kondisi mental mereka (mahasiswa), sehingga perlu langkah konkret untuk mengurangi stigma dan meningkatkan akses terhadap dukungan kesehatan mental.
Referensi:
Fajri, Dessy Hidayati, ddk. 2021. KESEHATAN MENTAL. Banjarmasin : EUKEKA MEDIA AKSARA
Handayani, Eka Sari. 2022. KESEHATAN MENTAL (MENTAL HYGIENE). Banjarmasin : Universitas Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Bos, Arjan ER, ddk. 2013. “Stigma: Kemajuan dalm Teori dan Penelitian” dalam Taylor dan Francis Group, LLC: Jurnal Pisikologi Sosial Dasar dan Terapan.
Sari, Melani Kartika et al,.2023. Deteksi Dini Kesehatan Mental Emosional pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah STIKES Yarsi Mataram. Vol. XIII, No.1.
Karmila Rianda. 2024. “Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa: Tantangan dan Dukungan”. Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/karmilarianda0922/664a078e14709356a35a7bb2/kesehatan-mental-di-kalangan-mahasiswa-tantangan diakses pada 17 Oktober 2024 pukul 12.56
Gloriabarus. 2022. Hasil Survei I-NAMHS: Satu dari Tiga Remaja Indonesia Memiliki Masalah Kesehatan Mental. Liputan/Berita. https://ugm.ac.id/id/berita/23086-hasil-survei-i-namhs-satu-dari-tiga-remaja-indonesia-memiliki-masalah-kesehatan diakses pada 17 oktober 2024 pukul 17.50
Kesyha, Putri, et al,.2024. Stigma Kesehatan Mental Dikalangan Mahasiswa. Journal on EducationVolume 06, No. 02
Arina Shabrina, Ahmad Gimmy Prathama, Retno Hanggarani Ninin.2021. Persepsi Stigmatisasi dan Intensi Pencarian Bantuan Kesehatan Mental Pada Mahasiswa S1. JURNAL PSIKOLOGI.
Tinggalkan Balasan