Tolak Tawaran Pemprov, Warga Pemilik Lahan KEK Mandalika Bersurat ke Presiden RI
Perwakilan warga pemilik lahan 109 Ha, HL. Moh. Subeki (kanan) dan HL. Sahrial Ahmadi (kiri)
Lombok Tengah, SuaraLombokNews.com, – Warga pemilik lahan seluas 109 Ha di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika menolak ganti rugi lahan sebesar Rp. 4,5 juta per are yang ditawarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemrov) NTB.
Warga pemilik lahan seluas 109 Ha, menilai harga ganti rugi lahan sebesar Rp. 4,5 juta per are itu sangat tidak sesuai dengan harga pasar yang berlaku saat ini, baik itu didalam maupun diluar KEK Mandalika.” Menurut kami harga yang ditawarkan Pemrov itu terlalu amat sangat murah, karena harga pasaran yang belaku saat ini diatas Ratusan Juta,” kata salah seorang perwakilan warga pemilik lahan 109 Ha, Drs. HL. Subeki, M.Pd, Senin,(21/11/2016).
Sesuai dengan kesefakatan dan hasil rembuk bersama, Warga pemilik lahan seluas 109 Ha itu dalam waktu dekat ini akan melayangkan surat tanggapan terhadap Konvensasi atau uang kemuliaan yang ditujukan kepada, Presiden RI, Menko Maritim RI, Menteri Keuangan RI, Menteri BUMN RI, dan Gubernur NTB.
Maksud dari surat tanggapan terhadap Konvensasi atau uang kemuliaan yakni untuk menanggapi penawaran dari Pemerintah yang disampaikan oleh Wakil Gubernur NTB pada pertemuan pada Kamis 17 November 2016 bertempat di ruang sidang utama Kantor Gubernur NTB, yang mana dalam pertemuan tersebut pemerintah menawarkan uang kepada warga pemilik lahan sebesar Rp. 4,5 juta sebagai konvensasi untuk setiap tanah seluas satu are.” Surat kami itu untuk memohon ada penambahan harga kepada Pemerintah,” ungkap HL. Subeki.
Salah satu pertibangan warga melayangkan surat tanggapan terhadap Konvensasi atau uang kemuliaan tersebut yakni pada Tahun 2016 PT. ITDC telah melakukan penawaran kepada Anak Agung Ngurah Sukma Wiradana seharga Rp. 46 juta lebih per are dengan nomor suratnya nomor 18/PKM/ITDC/X/ 2016 tanggal 25 Oktober 2016.”Berdasarkan surat penawaran PT. ITDC kepada Anak Agung Ngurah Sukma Wiradana, kiranya tidak berlebihan jika kami menawarkan Konvensasi sejumlah Rp. 50 juta per are. Jika berpatokan pada harga pasar saat ini, harga per arenya sebesar Rp. 100 juta lebih, tetapi kami tidak mau berpatokan dengan harga pasar itu, sebagai bentuk dukungan dan partisifasi kami demi suksesnya pembangunan di KEK Mandalika,” tutur HL. Subeki.
Mantan Ketua PGRI NTB itu mengungkapkan, warga pemilik lahan seluas 109 Ha, menyampaikan terimakasih atas kepedulian dan komitmen pemerintah yang telah berkenan untuk memberikan konvensasi atau uang kemuliaan kepada warga atas tanah seluas 109 Ha untuk pembangunan KEK Mandalika.
Warga juga sangat mendukung pembangunan KEK Mandalika yang merupakan salah satu Destinasi Pariwisata yang merupakan Program Proritas pemerintah dan warga sangat berharap pembangunan tersebut dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat NTB khususnya dan Indonesia pada Umumnya.” Kami Sangat menghargai dan menghormati upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah lahan di KEK Mandalika dengan cara damai dan mengesampingkan segala upaya Hukum.
Oleh Karena penyelesaian masalah lahan di KEK Mandalika dilakukan dengan cara damai ,maka segala bentuk legalitas atau keabsahan kepemilikan lahan, baik yang dimiliki pemerintah maupun yang dimiliki oleh masyarakat semestinya di kesampingkan karena hal tersebut merupakan ranah hukum yang kepastiannya hanya bisa diputuskan oleh Badan Peradilan. Sehingga dengan demikian pertimbangan dalam menentukan jumlah konvensasi semestinya tidak di dasari pada pertimbangan bahwa tanah tersebut adalah berstatus tanah negara atau aset negara dan tidak pula didasari pada pertimbangan bahwa tanah adalah milik masyarakat dengan bukti kepemilikannya, tetapi didasari pada pertimbangan Rasionalisasi antara rasa keadilan masyarakat yang menguasai lahan dengan pembangunan untuk kepentingan umum,” tutur HL. Subeki.
Tokoh masyarakat Kecamatan Pujut Lombok Tengah itu, juga memohon kepada Pemerintah Pusat, untuk memberikan kesempatan kepada Investor lokal, untuk berinvestasi di KEK Mandalika.”Kalau ada anak (investor lokal) kita yang mau membangun harus diberikan kesempatan, tentu harus tunduk terhadap aturan Pemerintah. Sehingga tuan rumah tidak menjadi penonton di daerah sendiri,” ujar HL. Subeki.
Tinggalkan Balasan