Kades Monggas Bantah Dana Rp 1 Juta Bukan Pungutan Prona
SUARALOMBOKNEWS.com – Lombok Tengah | Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Monggas Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2016, masih menyisakan masalah.
Pasalnya, sampai saat ini sebagian sertifikat yang diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, belum bisa diselesaikan. Ditambah lagi biaya prona yang besar, juga menjadi keluhan warga selaku pemohon Prona.
Ditemui SuaraLombokNews.com di ruang kerjanya, Jum’at (3/2/2018), Kepala Desa (Kades) Monggas, Lalu Sahril mengakui hal tersebut. Dari 519 berkas permohonan Prona yang diajukan ke BPN, masih ada 130 an sertifikat yang belum diselesaikan. Sedangkan selebihnya sudah dibagikan kepada warga.
Pihaknya telah memerintahkan beberapa Kepala Dusun (Kadus) menanyakan langsung ke BPN. Namun BPN selaku pelaksana program Prona belum memberikan jawaban pasti mengenai penyelesaian 130 sertifikat tersebut.
Selain itu, pihaknya telah memerintahkan kadus untuk mendata warga yang belum menerima sertifikat dan yang telah mengeluarkan biaya. Jika tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, Pemdes Monggas mengancam akan melaporkan persoalan tersebut ke Presiden Joko Widodo. “ Kami akan surati presiden,” ancamnya.
Mengenai biaya pengurusan prona, lanjut Lalu Sahril dibagi menjadi dua. Yang pertama biaya wajib sebesar Rp 400 ribu untuk pembelian Pal, Materai dan operasional tim. Kedua adalah biaya pengurusan surat-surat tanah atau alas hak seperti jual beli, bagi waris dan lainnya sebesar Rp 600 ribu yang sudah diatur dalam Peraturan Desa (Perdes). Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan pemohon yang belum melengkapi berkas atau yang tidak memiliki alas Hak mencapai Rp 1 juta. “ Kalau biaya pengurusan dokumen ditambah biaya wajib, memang satu juta, bahkan ada juga yang mencapai Rp. 1, 5 juta. Tapi kalau berkasnya lengkap cukup bayar empat ratus ribu. Pungutan biaya pengurusan alas Hak itu diatur dalam Perdes, misalnya untuk Bagi Waris biayanya Rp. 25 ribu per are, sedangkan untuk jual beli biayanya 1 persen dari harga jual,”jelasnya.
Pengambilan keputusan dalam proses pengurusan Prona, kata Lalu Sahril dilakukan secara kolektif. Sebelum memutuskan besaran biaya dan tekhnis pelaksanaan prona, seluruh Kadus, pemohon dan tokoh masyarakat diajak bermusyawarah terlebih dahulu. Hasilnya, seluruh pemohon setuju dengan besaran biaya dan ketentuan yang diterapkan desa. Kendati demikian, sampai saat ini masih banyak warga yang belum melunasi biaya wajib yang telah disepakati. “Uang diterima langsung pihak BPN saat pembagian sertifikat. Bagi warga yang belum bisa melunasi, terpaksa ditanggulangi desa,”terangnya.
Dengan demikian, pihaknya sangat yakin jika prona 2016 di desanya tidak ada masalah. Bahkan pihaknya mengaku tidak takut jika persoalan tersebut diaudit oleh aparat penegak hukum.“Semuanya sudah sesuai aturan, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” tegas Lalu Sahril.
Lalu Sahril mempersilan bagi warga yang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut, dipersilahkan menanyakan dan membicarakan persoalan secara kekeluargaan dengan kadus dan pemerintah desa. “Agar persoalannya clear, kalau ada yang keberatan silahkan datang. Kami siap memberikan penjelasan,”ujarnya. (slNews.com – wis).
Tinggalkan Balasan