Lahan KEK Mandalika di Titik 07 Batik Bantar Batal Dijual
Lalu Rusmat SH Kuasa Hukum Pemilik Lahan Titik 07 Batik Bantar (paling kiri), bersama sejumlah Pemilik Lahan Titik 07 Batik Bantar”
Lombok Tengah, SuaraLombokNews.com, – Warga pemilik lahan seluas 30,9 Ha di titik 07 Batik Bantar yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Kuta Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng) menyatakan sikap tegas membatalkan niat untuk melepas atau menjual lahan miliki mereka ke Pemerintah.
Pasalnya, selama ini warga pemilik lahan merasa dibohongi, di bodohi, dizolimi dan dipermainkan oleh oknum – oknum tertentu yang berkaitan dengan penyelesaian lahan di KEK Mandalika tersebut.” Kami mohon maaf yang sebesar – besarnya kepada Pak Gubernur, Pak Bupati, khususnya kepada Pak Presiden, dengan tegas kami menyatakan tidak jadi menjual lahan, karena kami sudah terlalu lelah di bohongi, dibodohi, di zolimi dan di permainan, oleh oknum yang berkaitan dengan persoalan lahan ini, kalau sudah seperti ini siapa lagi yang bisa kami percayai,” ucap Lalu Rusmat, SH Kuasa Hukum warga Pemilik Lahan titik 07 Batik Bantar, Selasa, (14/2/2017).
Sebagai niat tulus dan sebagi bentuk dukungan masyarakat terhadap pengembangan dan pembangunan KEK Mandalika, Warga mengiklaskan bangunan Hotel atau Villa yang menjadi tempat usaha dan sumber penghasilan, namun bukannya dihargai dan di perhatikan, justru warga pemilik lahan kembali di buat resah dengan munculnya diduga Oknum I TNI yang menyebutkan Lahan di titik 07 Batik Bantar itu bukan seluas 30,9 Ha, melainkan hannya seluas 25 Ha.” Sesuai Sesuai dengan Pengumuman di salah satu Media Masa Lokal NTB pada Tanggal 10 Januari 2017 yang menyebutkan Berdasarkan Keputusan Gubernur NTB Nomor 032-841 Tahun 2016 Tanggal 24 Oktober 2016 tentang pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Tanah Bermasalah di KEK Mandalika dan Keputusan Bupati Loteng Nomor 030/766/Adm. Pem tanggal 7 Desember 2016 tentang Verifikasi Dokumen Penggarapan Tanah Negara di KEK Mandalika, telah dilaksanakan Verifikasi dan akan dilakukan pemberian uang Kerohiman atas pengarapan tanah Negara di KEK Mandalika pada Posisi 06, 07, 17 dan 12. Yang ditandatangani Ketua Tim Kapolda NTB Brigjen Pol. Drs. Umar Septono, SH, MH, sudah sangat jelas luas lahan di titik 07 Batik Bantar itu seluas 30,9 Ha, tetapi sekarang muncul luas baru diduga dari oknum TNI yang mengatakan bahwa luas lahan di titik 07 itu bukan 30,9 Ha melainkan hannya seluas 25 Ha, lalu siapa yang makan sisanya sekitar 6 Ha itu. Pemilik lahan sangat mendukung pengembangan KEK, buktinya dua Hotel Labukit dan Royal milik pemilik lahan mengiklaskan untuk di Gusur, tetapi apa balasannya, justru pemilik lahan diperlakukan seperti ini,” keluh Lalu Rusmat.
Dalam waktu dekat ini kata Lalu Rusmat, dirinya selaku Kuasa Hukum dari Pemilik lahan titik 07 Batik Bantar, akan melayangkan surat kepada Presiden RI, Gubernur NTB, Kapolda NTB, Danrem 162/WB dan Bupati Loteng terkait dengan munculnya luas lahan baru di titik 07 Batik Bantar tersebut.” Secepatnya kami akan layangkan surat, karena persoalan ini tidak bisa dibiarkan seperti ini. Warga sudah menjadi korban, jangan justru kembali di korbankan,” ucapnya.
Sesuai dengan hasil Uji Klinis, luas lahan KEK Mandalika di titik 07 Batik Bantar seluas 36 Ha, namun setelah diverifikasi menyusut menjadi 30,9 Ha. Karena kesal terhadap sikap oknum – oknum tertentu pemilik lahan akan mempertahankan luas lahan awal yakni seluas 36 Ha.” Apakah selama ini kami kurang mengalah, kalau begini caranya, mari kita semua membongkar persoalan lahan di KEK Mandalika ini, biar semua menjadi terang benerang. Kami nyatakan dengan tegas, Batal menjual lahan, kalaupun mau dibeli, harga per arenya harus dinegosiasi ulang. Dan kami menolak luas 30,9 Ha, itu dan kembali ke luas awal seluas 36 Ha,” sambung Srijanim.
Srijanim menegaskan, menolak dana kerohiman sebesar Rp. 4,5 juta per are, dan memilih untuk menjual lahan tersebut kepada Investor atau pengembang yang ingin berinvestasi di Loteng.” Kami kesal, dan kecewa. Kami sudah mengalah, tetapi justru kami di perlakukan seperti ini. Kami menolak dana kerohiman itu, dan sudah ada warga yang berani membayar lahan itu senilai Rp. 10 juta per are,” ujarnya. (slnews.com – rul).
Tinggalkan Balasan