Merasa Ditipu, Investor di Lombok Tengah Laporkan Nelayan ke Polisi
LOMBOK TENGAH | Lalu Atmaja selaku bagian dari Investor yang berinvestasi di kawasan Pantai Are Guling, Desa Tumpak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), melaporkan Nelayan ke Polres Lombok Tengah atas dugaan tindak pidana penipuan.
Sebelum dilaporkan ke Polisi, Nelayan yang berjumlah 14 Kepala Keluarga (KK) menempati lahan milik Investor Jak Iskandar yang sudah Sertifikat Hak Milik (SHM).
Melalui Mediasi antara pihak Investor dengan Nelayan di Kantor Camat Pujut yang dihadiri oleh Lalu Atmaja, Camat Pujut, Penyidik Sat Reskrim Polres Lombok Tengah, Kades Tumpak Rosadi dan Kadus Areguling termasuk Kadus Baturiti, disepakati bahwa Investor dan Nelayan tidak boleh membangun di atas Sempadan atau Roi Pantai Are Guling.
Setelah Surat Perjanjian dan kesepakatan bersama ditandatangani, pihaknya investor pun menyerahkan uang ganti rugi bangun kepada Nelayan sebesar Rp. 250 juta. “ Sudah ada kesepakatan di kantor camat. Pak Camat minta mediasi di Kantor Camat sekaligus penyerahan uang, akhirnya di buatkanlah surat perjanjian dan pernyataan, bahwa di Poin 6 kedua belah pihak baik saya (Investor) maupun nelayan tidak boleh membangun di Roi Pantai, karena itu sempadan pantai tidak boleh dibangun dan dimiliki karena akses publik. Setelah setuju semua, lalu di buatkanlah daftar nama masing – masing warga oleh Kades dan kadus, jumlahnya ada 14 KK dan menerima uang bervariasi ada yang Rp 15 juta, ada yang Rp 23 juta, totalnya Rp. 250 juta. Hadir saat itu Pak Kanit Pidum, dua orang penyidik, pak Camat, Pak Kades dan Kadus akhirnya,” ungkap Lalu Atmaja, Minggu, (10/9/2023).
Setelah setuju dan menandatangani surat pernyataan, Lalu Atmaja pun menyerahkan uang kepada Nelayan sebesar Rp. 250 juta lengkap dengan kwitansi. “ Saya juga menulis kwitansi di kantor Camat, ada 10 kwitansi dan saya bertanya ke Kades dan Kadus mana yang empat orang dan dijawab oleh Pak Kades sedang sakit dan nanti akan dibagi di sana (Pantai Are Guling), yang penting surat pernyataan dan kwitansi ditandatangani di sini yang empat orang nanti dibagi disana. Dan serahkan saja uang itu masa endak percaya jawab Kades dan kadus, akhirnya saya serahkan uang yang Rp 250 juta, lalu dibagi dibagi di Are Guling, apakah sesuai dengan daftar itu atau bagaimana saya tidak tahu yang penting sudah tandatangan surat perjanjian dan kwitansi. Nah yang 4 orang kwitansinya langsung di Are Guling, jumlah, tandatangan dan cap jempol yang 4 orang sudah jelas, tetapi setelah kami menyerahkan uang cuman pindah dari atas SHM sekitar 2 meter dan masuk ke Roy Pantai. Dan oleh penyidik ditunggu sampai tanggal 26 Agustus, dua bulan kita kasih waktu untuk pindahkan rumahnya ke tempat mereka masing masing, tapi hannya pindah dua meter saja. Akhirnya saya laporkan ke Polres atas dugaan tindak pidana Penipuan,” kata Lalu Atmaja.
Pria yang akrab disapa Miq Ajok itu menyayangkan sikap Nelayan yang ingkar dari kesepakatan dan perjanjian bersama. Dan dirinya sangat dirugikan dan merasa ditipu. “Mestinya kalau memang tidak setuju saat itu, dong jangan ambil uang dan saya juga tidak akan serahkan uang. Kan ini Nipu namanya yang 14 KK, akhirnya saya laporkan ke Polres atas dugaan tindak pidana Penipuan,” kesalnya.
Dilaporkannya Nelayan Pantai Are Guling itu dibenarkan oleh Kades Tumpak, Rosadi, Minggu, (10/9/2023).
Rosadi menceritakan, Nelayan yang dilaporkan itu merupakan Nelayan yang dulunya tinggal dan membangun rumah diatas lahan milik Investor Jak Iskandar.
Sampai dengan saat ini, kata Rosadi, ada 7 nelayan termasuk dirinya yang telah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh Penyidik Sat Reskrim Polres Lombok Tengah. “ Setelah dipanggil, kita lakukan Mediasi dan ketemulah mediasi itu di Polres dengan beberapa perjanjian dan saya minta sama Miq Ajok (Lalu Atmaja) dari dulu agar mereka (Nelayan) yang keluar dari SHM itu diberikan ganti rugi pembongkaran rumahnya, besarnya tergantung besar kecil rumah yang mereka miliki dan itu diatur oleh Kadus dan sepakatlah pada saat itu buat pernyataan dan tanda tangan. Dimana pada saat itu ada sedikit perbedaan kita bahwa poin terakhir tidak boleh membangun di Roi Pantai dan saya minta kepada Pak Camat dan Miq Ajok, terkait dengan hal itu kalau bisa poin terakhir dikeluarkan karena sudah ada yang punya ranah Perda RT-RW nanti ini ranahnya Pemda dan disepakati dan di dalam perjanjian itu juga disepakati bahwa pada tanggal 26 Agustus mereka sudah keluar dari atas SHM dan pemberian ganti rugi itu satu minggu setelah menandatangani surat pernyataan dan bertemulah di Kantor Camat untuk menerima uang ganti rugi pembongkaran rumah. Saya di Polres saat membuat pernyataan jadi Saksi pak Camat juga jadi Saksi, Kadus Are Guling dan Baturiti juga jadi Saksi,” ceritanya.
Saat mediasi di Kantor Camat Pujut, kata Rosadi, permintaan untuk mengeluarkan poin 6 dalam surat pernyataan yang berisi kedua belah pihak yakni Investor dan Nelayan tidak boleh membangun di Roi Pantai kembali muncul. “Masuklah lagi apa yang saya minta dikeluarkan itu bahwa pihak pertama dan kedua tidak boleh membangun di Roi Pantai, saya selaku Kades pasti membela dan memperjuangkan rakyat, saya jadi kades masa mau buang rakyat, Akhirnya dalam pemikiran saya, nanti saja dipikirkan toh juga warga cuman punya berugak saja, masa marah Miq Ajok dan pak Camat dan setelah menerima uang warga bilang ke saya boleh membantu pak Kades dan saya sampaikan sesuai dengan pernyataan tidak boleh, tetapi kalau hanya sekedar berugak yang akan dipasang nanti kita sama – sama perjuangkan, tapi kalau gara – gara berugak itu kita dipenjara yang kita buang saja berugak itu dan warga menjawab sanggup, akhir nya satu minggu setelah menerima Kompensasi atau ganti rugi rumah, mereka semua pindah ke Roi Pantai, jadi saya pusing,” katanya
Rosadi mengaku, dirinya tidak mengetahui pindahnya Nelayan dari atas lahan SHM Jek Iskandar ke Roi Pantai di persoalkan dan diadukan ke Polres Lombok Tengah, karena pasca pembagian dana kompensasi, nomor handphone yang sehari hari digunakan kena Hack, sehingga dirinya tidak mengetahui ada Polisi yang turun ke Pantai Are Guling. “ Pak Rano (Polisi) sudah dua kali turun kelapangan tetapi saya tidak tahu, karena nomor Hp saya kena Hack, malah saya dituduh sengaja tidak aktifkan Hp, dan lillahita’ala nomor Hp saya di Hack, pak camat pun tidak percaya dan Miq Ajok pun sampai sekarang tidak percaya nomor Hp saya di Hack. Selang beberapa waktu pak Camat hadir sore sore di Pantai Are Guling dan saat itu saya sedang menghadiri warga yang sedang melaksanakan acara 9 hari, lalu ada warga dengan panik menelpon saya bahwa disuruh pergi oleh Pak Camat, jadi saya tidak tenang dan pergi ke pantai bertemu dengan pak camat meminta bagaimana kronologisnya, memang sempat emosi tetapi saya tidak menganggap pernah berselisih dengan pak camat,” ucapnya
Lalu Atmaja kata Rosadi melaporkan Nelayan atas dugaan Penggelapan dan Penipuan. “Ada dua orang yang memang dipinjam namanya karena lokasi ini ada dua, satu lokasi, timur Menange (Muara) dan di barat Menange ada dua KK atas nama Amaq Kar dan Ida, yang masuk dalam daftar dari dulu ada 14 KK, terdiri dari 12 KK di timur Menange dan 2 KK di barat Menange. Dan 12 KK di barat menange yang menjadi Objek perpindahan utama dan yang dua KK di barat menange masih ada negosiasi penyelesaian lahan yang menurut pak Kadus Are Guling bahwa Pak Along pernah datang kerumah pak Kadus menawarkan penyelesaian tanah kurang lebih 46 are ditawarkan Rp 300 juta dan kedua belah pihak termasuk keluarganya pak Kadus masih menunggu tidak pernah ada yang menjawab iya atau tidak,” paparnya.
Rosadi mengaku, saat menyampaikan daftar nama 14 KK Nelayan kepada Lalu Atmaja, ada 2 nama KK yang menggunakan nama orang lain yang dipinjam dari nama warga setempat. Hal itu dilakukan dengan niat untuk membantu Kadus Are Guling. “Saat penyelesaian yang 14 orang itu, pak Kadus nanya ke saya bagaimana caranya yang dua orang ini kan beda tempat dan ada diwilayah saya dan belum diselesaikan, lalu saya jawab begini caranya pinjam nama dua orang kemudian uangnya amaq kar dan Ida ditahan pak Kadus, nanti diberikan Amaq Kar setelah kompensasinya dibayar oleh Pak Along dan Miq Ajok, dan nanti kita sampaikan ke Miq Ajok, nah pinjam saja nama siapa saja yang dipinjam yang penting laporannya Miq Ajok itu lengkap ke Jakarta yang 14 KK, nah dipinjmlah nama dua orang cuman, salahnya kita termasuk saya sebagai saksi juga tidak memberitahu orang yang kita pinjam namanya ini, dan itulah yang disebut penggelapan yang dua orang itu dan sudah saya sampaikan saat dipanggil ke Polres uangnya masih ada dan masih aman di Pak Kadus,” sebutnya
Saat ditanya apakah dirinya termasuk pihak yang dilaporkan oleh Lalu Atmaja, Rosadi mengaku tidak tahu, dan kalaupun dilaporkan, dirinya siap menghadapi dengan sabar dan tabah. “ Saya tidak tahu apakah saya ikut di lapor atau tidak. Karena posisi saya dalam surat pernyataan itu sama dengan pak Camat dan pak Kanit selaku Saksi. Mungkin kalau saya dilapor karena membantu Pak Kadus minta tolong kalau kita pinjam namanya itu, dan niat saya baik untuk membantu Miq Ajok. Dan saya tidak ingat, apakah saya atau siapa yang tandatangan saat pinjam nama itu, tetapi Pak Kadus yakin bahwa saya yang tandatangan, dan saya bilang ya sudah kalau memang yakin saya yang tandatangan. Kalau itu sasaran pelaporan ya apa mau dikatakan siap menerima, karena niat saya baik untuk membantu tidak ada niat yang lain untuk membantu pak Kadus Areguling beserta keluarganya agar uang yang dijanjikan sama pak Along itu cepat keluar dan uang yang dua orang ini masih ada di Pak Kadus dan tidak kemana mana,” ujarnya.
Saat ini, kasus dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan 14 KK Nelayan termasuk Kades Tumpak, masih ditangani oleh penyidik tindak pidana umum Satreskrim Polres Lombok Tengah.
[slnews – rul].
Tinggalkan Balasan