Sejarah Tanah Ulayat Kedatuan Pujut – Jonggat di Mandalika Yang Diklaim dan Belum Dibayar ITDC

LOMBOK TENGAH | Di Daerah kepulauan Lombok bagian selatan yang merupakan daerah kekuasaan dari trah keturunan Datu (Raja) Pujut – Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Singkat cerita di dalam riwayat silsilah trah Raja kedatuan Pujut – Jonggat tersebutlah keturunan dari Datu (Raja) Pujut – Jonggat yaitu, Raden Nune Umas. Raden Nune Umas yang merupakan putra dari Raden Nune Punte yang menguasai dan memerintah pada masa itu.
Strata sosial di dalam pemerintahan adat budaya suku Sasak Lombok, merupakan hukum yang tersirat dan selalu dipatuhi dan menjadi suatu kearifan yang diteladani dan dilaksanakan hingga sekarang. Sehingga Datu merupakan kasta tertinggi di di dalam strata sosial budaya tersebut, secara langsung aturan pemerintahan, adat, budaya, dan agama merupakan titah panutan ratu (penguasa dari kebijakan) dari seorang Datu.
Selanjutnya, Datu menikahi permaisuri yang sepadan mempunyai gelar Dende Putri, yang pantas menjadi pendamping dari Datu di dalam pemerintahannya, sehingga Dende merupakan kasta tertinggi bagi perempuan dalam adat budaya sasak Lombok.
Raden Nune Umas merupakan putra dari Raden Nune Punte trah keturunan Datu Pujut – Jonggat. Raden Nune Umas mempunyai 4 orang putra dan seorang putri yakni, putra pertama Raden Ayub ( Raden Olem ). Kedua, Raden Mahyid (Raden Bulan). Ketiga Raden Thoyib (Raden Penghulu), dan keempat, Raden Nune Hukum (Datu Jonggat , dan putrinya Dende Widare Lasmining Puriati (Dende Bekalong).
Dalam Pemerintahan, Raden Nune Umas, di wilayah kekuasaannya di bagian selatan termasuk tanah ulayat , yang dipegang atau dikuasai secara turun temurun dari keturunan Datu. Dan tanah tersebut pada saat itu dijadikan Pati Rate (Lapangan Latihan Perang Berkuda) pada masa perang Bali – Lombok. Raden Nune Umas menunjuk Jero Bolen dan saudara sepupunya Lalu Kintil dan Mamiq Mustiasih sebagai guru Pati Rate, dan para kesatria lainnya yang ikut dalam latihan perang tersebut antara lain, Lalu Ardawe ayahnya Lalu Mustiali (Gede Embeng. Segen ayahnya Toreng (Ceget), mereka inilah abdi setia Raden Nune Umas. Dan tempat tanah ulayat itu membentang sepanjang Pantai Aan sebelah timur Pantai Kuta, Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah yang kini berada di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) The Mandalika yang dikuasai oleh PT ITDC selaku BUMN pengembang dan pengelola KEK The Mandalika.
Di masa perjalanan pemerintahan Raden Nune Umas , sekitar tahun 1890-an pada masa perang Kerajaan Karang Asem Bali dengan Kerajaan Lombok. Dan pada masa itu juga Belanda sudah masuk ke Indonesia bagian timur. Raden Mune Umas membuat perjanjian dengan Belanda yakni dengan Jenderal Van Ham dan bertemu di tengah laut samudra hindia untuk memediasi perdamaian Kerajaan Karang Asem Bali dengan Kerajaan Lombok.
Namun peperangan tidak bisa terelakan, sehingga pada masa itu Jenderal Van Ham meninggal dunia dalam perang Kerajaan Karang Asem Bali dengan Kerajaan Lombok. Dengan peristiwa tersebut Raja Belanda tidak tinggal diam , dan mengirim bantuan pasukan untuk menggempur mundur Pasukan Karang Asem Bali yang dipimpin oleh Anak Agung Ketut Karangasem), dikenal juga sebagai perang Sangkareang.
Dengan peristiwa tersebut hubungan Belanda dengan Datu Pujut – Jonggat, dalam masa Pemerintahan kedistrikan Hindia Belanda Indonesia Bagian Timur diserahkan kepada putra pertama dari Raden Nune Umas yaitu Raden Ayub (Raden Olem). Dan Raden Ayub dibawa ke Belanda oleh Ratu Belanda Wilhemina sebagai perwakilan kedistrikan Indonesia Bagian Timur yang pada saat itu berpusat di Bali, untuk pertanggungjawaban Wilayah kedistrikan. Tidak terlepas dari putra Raden Nune Umas yang lainnya, Raden Ayub (Raden Olem) kepala Distrik wilayah Pujut – Jonggat yang disebut dengan Jonggat Utara dan Jonggat Selatan. Raden Mahyid (Raden Bulan) kepala distrik Jonggat, begitu juga Raden Thoyib ( Raden Penghulu ) dalam sistem pemerintahan ikut berperan sebagai penghulu Desa wilayah Pujut – Jonggat, dan Raden Nune Hukum (Datu Jonggat), selain sebagai pengayom juga pernah menjabat menjadi kepala distrik Jonggat setelah Raden Mahyid (Raden Bulan). Putrinya Dende Widare Lasmining Puriati (Dende Bekalong), karena tidak menikah sehingga dipercayakan untuk mengawasi daerah kekuasaan Datu Pujut – Jonggat Raden Nune Umas dan tanah ulayat yang sudah disahkan oleh pemerintahan Belanda yang berupa pemberian piagam oleh Raja Belanda pada saat itu kepada Raden Nune Umas selaku Datu Pujut – Jonggat. Yang salah satu tanah ulayatnya berada di daerah pantai selatan, yang membentang sepanjang Pantai Aan sebelah timur Pantai Kuta, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah yang luas tanahnya kurang lebih 200 hektar dengan batas sebagai berikut :
- Sebelah timur Gonung Pal / Dusun Ebangah
- Sebelah barat tanah milik Amaq Larep/ Gunung Batu Kotak
- Sebelah selatan Partai Gunung Keliuh, dan
- Sebelah utara Gunung Bantek Bantar
Bahwa, tanah seluas 200 hektar lebih tersebut dikerjakan oleh pengiring (abdi dalem) yang berasal dari Desa Mongge, Desa Pengengat, Dusun Kadek, Dusun Nonong, Dusun Tonjeng, Dusun Beledu, dan Desa Sengkol.
Bahwa, Dende Widare Lasmining Puriati (Dende Bekalong) tidak pernah menikah semasa hidupnya, dan beliau wafat sekitar tahun 1942 dan dimakamkan di pemakaman khusus keturunan Kerajaan Datu Pujut – Jonggat di Desa Bonjeruk, Kecamatan Jonggat , Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Dimana pada masa sebelum kemerdekaan merupakan bagian dari tanah Ulayat Kerajaan Pujut – Jonggat yang dipimpin oleh Raja yang bernama Raden Nune Umas yang merupakan ayah dari Dende Widare Lasmining Puriati (Dende Bekalong).
Seiring dengan waktu setelah meninggalnya Dende Widare yang dipercayakan memelihara dan mengawasi tanah Ulayat Kerajaan tersebut, hingga saat ini masih dikerjakan oleh keturunan Pengiring (abdi dalem) secara turun temurun mengelola tanah tersebut.
Kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada Tahun 1945, kawasan tanah Ulayat Kerajaan Pujut – Jonggat dipercayakan untuk mengelola dari keturunan Penting (abdi dalem) Lalu Mustiali, Jero Bolen, Toreng (Amag Ceget), dan Deplik.
Dikarenakan tanah tersebut adalah tanah Ulayat atau Adat yang pengelolaannya secara turun temurun oleh Pengiring, maka tidak ada satupun dari masyarakat yang mengelola tanah Ulayat atau Adat yang mendaftarkan sebagai hak milik pribadi, karena mereka semua menjunjung tinggi kebersamaan sebagai perkumpulan masyarakat hukum adat dan pemerintah sampai saat ini.
Tidak ada upaya mendaftarkan tanah Ulayat tersebut dipindahkan menjadi hak milik ahli waris Raden Nune Umas.
Bahwa, sekitar tahun 1971 para pemegang tanah Ulayat baik yang bertani maupun beternak yang mengelola tanah kawasan hukum masyarakat adat yang saat ini merupakan bagian peta wilayah pembangunan Mandalika Resort (LTDC/BTDC/ITDC) melakukan keberatan karena Bupati Lombok Tengah jadikan tanah Ulayat sebagai area Lembaga Pemasyarakatan (LP) Praya ( Departemen Kehakiman). Bersama dengan Lalu Zaenudin BA yang waktu itu menjabat sebagai Camat Pujut dan Kepala Desa Sengkol, H. Lalu Amanah Gufron.
Pada sekitar Tahun 1972 Kepala Desa Sengkol bersama beberapa orang dari kabupaten membawa surat dinas dari Bupati Lombok Tengah mendatangi rumah H. Lalu Sabarudin yang merupakan anak dari Lalu Mustiali sekaligus sebagai penanggung jawab atas tanah Ulayat milik dari keturunan Raden Nune Umas.
Adapun isi surat Dinas dari Bupati Lombok Tengah yang dibawa oleh Kepala Desa Sengkol beserta beberapa orang pejabat kabupaten, berisikan perintah membersihkan kawasan tanah masyarakat adat dari seluruh ternak seperti kerbau, sapi, kuda, dan lain-lain. Dan tidak ada lagi hewan ternak di kawasan tanah masyarakat adat tersebut. Akan tetapi oleh H. Lalu Sabarudin selaku penanggung jawab kawasan tanah adat/ulayat Datu/Dende Pujut – Jonggat tidak pernah menerima surat Dinas Bupati Lombok Tengah tersebut. Karena jelas itu melanggar hak-hak para pengiring yang berternak maupun bertani di kawasan tanah ulayat/adat tersebut , yang merupakan kawasan hak milik peninggalan Kedatuan Pujut – Jonggat, Raden Nune Umas yang dikelola secara turun temurun dari pengiring (abdi dalem).
Hubungan antara keturunan Ahli Waris Raden Nune Umas dengan pengelola Tanah Ulayat saling mengayomi dan memelihara hubungan silaturahmi hingga sekarang.
Beberapa upaya pada tahun 1974, sebagian dari Ahli Waris pemelihara tanah adat tersebut oleh Panitia Landreform Kabupaten Lombok Tengah diberikan surat izin menggarap berdasarkan surat Keputusan Menteri Agraria tanggal 22 Agustus Tahun 1961 Nomor SK.509/Ka dan peraturan pemerintah Tanggal 19 September 1961 Nomor 22 Tahun 1961 dan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Lombok Tengah Tanggal 9 Oktober 1970 Nomor Pemb.5/8/538 dan Tanggal 19 Oktober 1970 Nomor.5/3/538, dengan syarat pengelola (petani) tanah harus mengganti rugi kepada negara, menyetor dana pembangunan daerah.
Bahwa, izin menggarap yang diberikan itu tidak sejalan dengan pasal 7 undang – undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yakni negara – negara yang telah/sedang menyelenggarakan apa yang disebut Landreform dan agraria reform yaitu tanah pertanian yang harus dikerjakan atau diusahakan oleh pemiliknya yang seharusnya dilanjutkan dengan pendaftaran hak milik bukan hak menggarap, sehingga pemerintah jika ingin menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan umum, maka harus menyerahkan ganti rugi kepada masyarakat, malah sebaliknya yakni masyarakat disuruh dan/ atau diminta setor uang.
Surat izin yang diberikan tersebut, dinilai sangat janggal dan aneh karena tanah yang dikelola oleh Ahli Waris secara turun temurun ratusan tahun lamanya tiba-tiba diberikan izin menggarap saja dan secara tidak langsung Ahli Waris melihat hal tersebut sebagai upaya agar Ahli Waris kehilangan hak pengelolaan atas tanah Ulayat/adat milik Datu Pujut – Jonggat, dan Ahli Waris dapat diusir kapanpun mereka mau, dan siapapun bisa berfikir bahwa pada masa itu melawan kekuasaan hanyalah membawa petaka. Pada sekitar Tahun 1976, Bupati Lombok Tengah membuka lagi lahan pengembangan proyek tanaman kelapa hibrida, sedangkan dari pihak Ahli Waris tidak tahu siapa yang memiliki proyek tersebut.
Bahwa apa yang diuraikan diatas, Ahli Waris curigai yakni adanya upaya mengusir Ahli Waris dari tanah ulayat/ adat tersebut, mulai makin terlihat, dimana pada tahun 1980 Masjid peninggalan Datu/Raja Jonggat yang masih terawat dan terpakai dihancurkan, dan dibangunlah Masjid baru. Dengan demikian peninggalan Datu / Raja Jonggat menjadi bagian dari terkuburnya bukti Sejarah Ahli Waris menguasai dan memiliki kawasan tersebut.
Bahwa, apa yang diuraikan Ahli Waris diatas hanya sebagian kecil rentetan peristiwa tersingkirnya ahli waris dari kawasan tersebut, hingga puncaknya tahun 1992 ketika dimulainya rencana pembebasan Kawasan seluas seribu hektar lebih untuk dijadikan Kawasan Wisata yang dilakukan oleh Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) yang kemudian berubah menjadi BTDC dan terakhir bersama ITDC.
Pembebasan Kawasan yang dilakukan oleh LTDC pada tahu 1982/1993 mendapat banyak perlawanan dan berbagai macam persoalan yang tidak kunjung selesai sampai saat ini, dan seiring perkembangan media informasi baik cetak maupun elektronik, berbagai macam peristiwa masa lalu mulai terkuak muncul ke permukaan.
Berdasarkan salinan photocopy notulen rapat yang diterima Ahli Waris didapatkan, pada hari Senin, 3 Juni 2013 bertempat di ruangan rapat BKMPT Provinsi NTB, sebagai tindak lanjut disposisi Gubernur NTB yang merupakan petunjuk atas telaahan staf yang diajukan Tanggal 5 Juli 2012 oleh Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi NTB. Kepala BKMPT Provinsi NTB telah dilakukan beberapa kali pertemuan dan terakhir Tanggal 3 Juni 2013 yang dipimpin oleh Kepala BPKMPT Provinsi NTB disimpulkan tanah seluas kurang lebih 125 hektar yang belum selesai.
Dengan adanya kesimpulan yang menyatakan adanya sebidang tanah seluas kurang lebih 135 hektar yang belum termasuk kategori selesai, menjadi salah satu bukti bahwa benar dugaan masyarakat tentang adanya prosedur yang salah terkait pembebasan Kawasan tersebut dan hal tersebut perlu untuk diselidiki oleh Lembaga Negara yang berwenang jika ada unsur kerugian negara dan perampasan hak – hak rakyat.
Selanjutnya butir-butir kesimpulan rapat pada hari Jumat, 21 Juni 2013 bertempat di ruang kerja Gubernur NTB, dengan agenda rapat penyelesaian tanah yang diklaim di KEK The Mandalika, menyimpulkan beberapa kesimpulan rapat diantaranya dinyatakan klaim atas dasar ulayat tidak akan digunakan sebagai dasar penyelesaian terkait masalah ini.
Masyarakat hukum adat merasa keberatan dengan dinyatakannya hak ulayat tidak digunakan sebagai dasar penyelesaian Kawasan, karena hal tersebut bertentangan dengan Pasal 3 Undang – undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum adat.
Demikian penjelasan sejarah/historis tanah ulayat/adat milik dari Datu Raden Nune Umas yang disampaikan oleh perwakilan anak, cucu ahlis waris, Datu Raden Nune Umas, Lalu Lukmanul Hakim.
Sejarah Tanah Ulayat Kedatuan Pujut – Jonggat telah disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Lembaga Kerame Adat Kecamatan Pujut, Drs. Lalu Saladin dan Tokoh Masyarakat Kecamatan Pujut, Lalu Wiretabe. [slnews – rul].
Tinggalkan Balasan